POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL
Pengertian Politik dan Strategi Nasional
Politik nasional adalah asas , haluan, usaha serta kebijaksanaan Negara
tentang pembinaan, perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian
serta penggunaan secara kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional. Dalam
melaksanakan politik nasional maka susunlah strategi nasional. Misalnya
strategi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Strategi nasional
adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran – sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan oleh politik nasional.
Dasar Pemikiran
Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Dasar pemikirannya adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem
menejemen nasioanal yang berdasarkan ideology pancasila, UUD 1945, wawasan
nusantara dan ketahanan nasional. Landasan pemikiran dalam sistem menejemen ini
penting karena didalamnya terkandung dasar Negara, cita-cita nasional dan
konsep strategis bangsa Indonesia.
Penyusunan Politik dan Strategi Nasional
Politik dan strategi nasional yang telah
berlangsung selama disusun berdasarkan sistem kenegaraan yang menurut UUD 1945.
Sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat yang menyatakan jajaran sebuah
pemerintah dan lembaga-lembaga tersebut dalam UUD 1945 disebut sebagai
“Suprastruktur Politik”, yaitu MPR, DPR, Presiden, BPK dan MA. Sedangkan
badan-badan yang ada dalam suatu masyarakat disebut sebagai “Infrastruktur
Politik”, yang mencangkup pranata-pranata politik yang ada dalam masyarakat,
seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok
kepentingan (Interest Group) dan kelompok penekan. Antara suprastruktur dan
infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang
seimbang.
Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional ditingkat suprastruktur
politik diatur oleh presiden (mandataris MPR). Dalam pelaksanaan tugasnya,
presiden dibantu oleh lembaga-lembaga tinggi negara lainnya serta dewan-dewan
yang merupakan badan koordinasi seperti dewan stabilitas ekonomi nasional,
dewan pertahanan nasional RI, dewan maritim, dewan otonomi daerah, dewan stabilitas
politik dan keamanan.
Proses politik dan strategi politik nasional dinfrastruktur politik
merupakan sasaran yang akan dicapai oleh rakyat Indonesia dalam rangka
pelaksanaan strategi nasional yang meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, dan pertahanan dan keamanan. Sesuai dengan kebijakan politik
nasional maka penyelenggara Negara harus mengambil langkah-langah untuk
melakukan pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan mencantumkan
sebagian sasaran sektoralnya. Melalui pranata-pranata politik masyarakat ikut
berpartisipasi dalam kehidupan politik nasional. Dalam era reformasi saat ini
peranan masyarakat dalam mengontrol jalannya politik dan strategi nasional yang
telah ditetapkan MPR maupun yang dilaksanakan oleh presiden sangat besar
sekali. Pandangan-pandangan masyarakat terhadap kehidupan politik, ekonomi dll
itu, selalu berkembang pada saat ini, dikarenakan:
·
Semakin tingginya kesadaran masyarakat dalam berbangsa dan bernegara
·
Semakin terbukanya akal dan pikiran untuk memperjuangkan haknya.
·
Semakin meningkatnya kemampuan untuk menentukan pilihan dalam pemenuhan
kebutuhan hidup.
·
Semakin meningkatnya kemampuan untuk mengatasi persoalan dengan berjalannya
semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditunjak oleh IPTEK.
·
Semakin kritus dan terbukanya pikiran masyarakat dengan ide-ide baru.
Dasar Pemikiran Penyusunan Politik Dan
Strategi Nasional
Dasar pemikiran penyusunan politik dan
strategi nasional yang terkandung dalam sistem manajemen nasional,
berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan
Nasional. Politik dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini
disusun berdasarkan sistem kenegaraaan menurut UUD 1945. sejak tahun 1985 telah
berkembang pendapat yang mengatakan bahwa jajaran pemerintah dan
lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 merupakan “suprastruktur politik”.
Lebaga-lembaga tersebut adalah MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, MA. Sedangkan
badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai “infrastruktur politik”,
yang mencakup pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti partai
politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest
group), dan kelompok penekan (pressure group). Suprastruktur dan infrastruktur
politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang
Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional di itngkat suprastruktur
politik diatur oleh presiden/mandataris MPR. Sedangkan proses penyusunan
politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politk dilakukan setelah
presiden menerima GBHN. Strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri dan
pimpinan lembaga pemerintah non departemen berdasarkan petunjuk presiden, yang
dilaksanakan oleh presiden sesungguhnya merupakan politik dan strategi nasional
yang bersifat pelaksanaan.
Indonesia menuangkan politik nasionalnya dalam bentuk GBHN karena GBHN yang
merupakan kepanjangan dari Garis-garis Besar Haluan Negara adalah haluan negara
tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan
kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu di tetapkan oleh MPR untuk lima
tahun guna mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Agar perencanaan
pelaksanaan politik dan strategi dapat berjalan dengan baik maka harus dirumuskan
dan dilakukan pemikiran-pemikiran strategis yang akan digunakan.
Pemikiran strategis adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka
mengantisipasi perkembangan keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi bahkan
mengganggu pelaksanaan strategi nasional, umumnya dilakukan telaah strategi
atau suatu kajian terhadap pelaksanaan strategi yang akan dilaksanakan dengan
selalu memperhatikan berbagai kecenderungan. Juga dilakukan Perkiraan Strategi
yaitu suatu analisis terhadap berbagai kemungkinan perkembangan keadaan dan
lingkungan, pengembangan sasaran alternatif, cara bertindak yang ditempuh,
analisis kemampuan yang dimiliki dan pengaruhnya, serta batas waktu berlakunya
penilaian terhadap pelaksanaan strategi.
Wawasan strategi harus mengacu pada tiga
hal penting, di antaranya adalah:
1) Melihat jauh ke depan; pencapaian
kondisi yang lebih baik di masa mendatang. Itulah alasan mengapa kita harus
mampu mendahului dan mengestimasi permasalahan yang akan timbul, mampu membuat
desain yang tepat, dan menggunakan teknologi masa depan.
2) Terpadu komprehensif integral; strategi
dijadikan kajian dari konsep yang mencakup permasalahan yang memerlukan
pemecahan secara utuh menyeluruh.
3) Memperhatikan dimensi ruang dan waktu;
pendekatan ruang dilakukan karena strategi akan berhasil bila didukung oleh
lingkungan sosial budaya dimana strategi dan manajemen tersebut di
operasionalkan, sedangkan pendekatan waktu sangat fluktuatif terhadap perubahan
dan ketidakpastian kondisi yang berkembang sehingga strategi tersebut dapat
bersifat temporer dan kontemporer.
Implementasi(Pelaksanaan) Otonomi Daerah di Indonesia
1. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi secara sempit diartikan
sebagai “mandiri”, sedangkan dalam arti luar adalah “berdaya”. Jadi otonomi
daerah yang dimaksud disini adalah pemeberian kewenangan pemerintah kepada
pemerintah daerah untuk secara mandiri atau berdaya membuat keputusan mengenai
kepentingan daerahnya sendiri.
1. Latar Belakang Otonomi Daerah
Krisis ekonomi dan politik yang
melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah memporak-porandakan hampir seluruh
sendi-sendi ekonomi dan politik negeri ini yang telah dibangun cukup lama.
Lebih jauh lagi, krisis ekonomi dan politik, yang menjadi multikrisis, telah
mengakibatkan semakin rendahnya tingkat kemampuan dan kapasitas negara dalam
menjamin kesinambungan pembangunan. Krisis tersebut salah satunya disebabkan
oleh sistem manajemen negara dan pemerintahan yang sentralistik, dimana
kewenangan dan pengelolaan segala sektor pembangunan berada dalam kewenangan
pemerintah pusat, sementara daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengelola
dan mengatur daerahnya.
Sebagai respons dari krisis
tersebut, pada masa reformasi dicanangkan suatu kebijakan restrukturisasi
sistem pemerintahan yang cukup penting, yaitu melaksanakan otonomi daerah dan
pengaturan perimbangan keuangan antarpusat dan daerah.
1. Tujuan Dan Prinsip Otonomi Daerah
Tujuan dilaksanakannya otonomi
daerah menurut pendapat beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1. Dilihat dari segi politik,
penyelenggaraan otonomi daerah dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan
di pusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut
serta dalam pemerintahan, dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
2. Dilihat dari segi pemerintahan.
Penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk mencapai pemerintahan yang efisien.
3. Dilihat dari segi sosial budaya,
penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih fokus kepada
daerah.
4. Dilihat dari segi ekonomi, otonomi
perlu diadakan agar masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam pembangunan
ekonomi di daerah masing-masing.
Sedangkan ada pula beberapa
prinsip-prinsip otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan
pemerintah negara sebagaimana terdapat dalam UU No. 22 Tahun 1994 adalah
sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan otonomi daerah
dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta
potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah
dilaksanakan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang utuh
dan luas diletakan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang pada daerah
propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus
sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi
antara pusat dan daerah serta antar-daerah.
5. Pelakasanaan otonomi daerah harus
lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah
kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula di
kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti
badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan pertambangan, kawasan perumahan,
kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan
baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya beraku ketentuan peraturan daerah
otonom.
6. Pelaksanaan otonomi daerah harus
lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi
legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi
diletakan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi
utuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah.
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan
dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari
pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan
dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
1. Implementasi Otonomi Daerah
Implementasi otonomi daerah bagi
daerah tingkat 1 dan tingkat 2, seiring dengan pelimpahan wewenang pemerintah
pusat dapat dikelompokkan dalam lima bidang yaitu implementasi dalam pembinaan
wilayah, pembinaan sumber daya manusia, penanggulangan dan percepatan penurunan
kemiskinan, penataan hubungan fungsional antara DPRD dan pemerintah daerah,
serta peningkatan koordinasi atau kerja sama tim (team work).
1. Implementasi Otonomi Daerah dalam
Pembinaan Wilayah
Pelaksanaan otonomi daerah tidak secara otomatis menghilangkan tugas,
peran, dan tanggungjawab pemerintah pusat, karena otonomi yang dijalankan bukan
otonomi tanpa batas. Penjelasan pasal 18 UUD 1945 menyatakan bahwa “Indonesia
itu satu eenheidstaat”, Indonesia tidak akan mempunyai daerah dengan status
staat atau negara. Otonomi tidak dirancang agar suatu daerah memiliki
sifat-sifat seperti suatu negara. Pemerintah pusat dalam kerangka otonomi masih
melakukan pembinaaan wilayah. Pembinaan wilayah dapat diartikan bagaiman
mengelola dan mengerahkan segala potensi wilayah suatu daerah untuk di
dayagunakan secara terpadu guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. Potensi
wilayah termasuk segala potensi sumber daya yang mencakup potensi kependudukan,
sosial ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan.
Pola pembinaan wilayah dilaksanakan dengan mendelegasikan tugas-tugas
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dilaksanakan, dan
dipertanggungjawabkan oleh pemerintah daerah. Pada prinsipnya pembinaan wilayah
diserahkan kepada daerah unuk mengelola sumber daya yang potensial untuk
kesejahteraan daerah, dan dalam negara kesatuan, tugas pemerintah pusat
melakukan pengawasan. Bentuk pengawasan dalam otonomi daerah adalah seluruh
rancangan kegiatan dan anggaran daerah tingkat II dibuat kepala daerah dan DPRD
II, serta diperiksa oleh gubernur. Untuk rencana kegiatan dan anggaran tingkat
I, dibuat gubernur dan DPRD I, dan diperiksa oleh menteri dalam negeri atas
nama pemerintah pusat.
Tugas dan fungsi pembinaan wilayah meliputi prinsip pemerintahan umum,
yaitu penyelenggaraan pemerintahan pusat di daerah, memfasilitasi dan
mengakomodasi kebijakan daerah, menjaga keselarasan pemerintah pusat dan
daerah, menciptakan ketenteraman dan ketertiban umum, menjaga tertibnya hubungan
lintas batas dan kepastian batas wilayah, menyelenggarakan kewenangan daerah,
dan menjalankan kewenangan lain.
Pejabat pembina wilayah dilaksankan oleh kepala daerah yang menjalankan dua
macam urusan pemerintahan, yaitu urusan daerah dan urusan pemerintahan umum.
2. Implementasi Otonomi Daerah dalam
Pembinaan Sumber Daya Manusia
Pelaksaan otonomi daerah memberikan wewenang pembinaan sumber daya manusia
kepada daerah. Hal ini tugas berat bagi daerah, karena SDM pada umumnya
mempunyai tingkat kompetensi, sikap, dan tingkah laku yang tidak maksimal.
Menurut kaloh (2002) banyak faktor yang menyebabkan kinerja pegawai negeri
sipil (PNS) rendah, yaitu: (a) adanya monoloyalitas PNS kepada satu partai pada
zaman ORBA, sehingga mendorong PNS bermain politik praktis atau tersembunyi,
(b) prose rekrutmen PNS masih tidak sesuai dengan ketentuan yang ada
berdasarkan jenis dan persyaratan pekerjaan, (c) rendahnya tingkat
kesejahteraan, (d) penempatan dan jenjang karir tidak berdasarkan jenjang karir
dan bidang keahlian, dan (e) PNS terkesan kurang ramah, kurang informatif, dan
lamban dalam memberikan pelayanan.
Dalam era otonomi, daerah harus mempersiapkan SDM untuk memenuhi kebutuhan
dan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas. Pemerintah membutuhkan PNS yang
tanggap, responsip, kreatif, dan bekerja secara efektif.
Untuk menunjang kinerja daerah dalam rangka kerja sama antar daerah dan
pusat, pemda membutuhkan SDM yang mempunyai kemampuan mengembangkan jaringan
dan kerja sam tim, dan mempunyai kualitas kerja yang tinggi.
Untuk pembinaan SDM, pemda diharapkan: (1) membuat struktur organisasi yang
terbuka, (2) menyediakan media untuk PNS berkreatif dan membuat terobosan baru,
(3) mendorong PNS berani mengambil resiko, (4) memberikan penghargaan bagi yang
berhasil, (5) mengembangkan pola komunikasi yang efektif antar PNS, (6)
membangu suasana kerja di PNS yang inovatif, (7) mengurangi hambatan birokrasi,
(8) mencegah tindakan intervensi yang mengganggu proses kerja profesional; dan
(9) mendelegasikan tanggung jawab dengan baik.
Memperbaiki cara kerja birokrasi dengan cara memberikan teladan, membuat
perencanaan, melaksanakan kerja denga pengawasan yang memadai, menentukan
prioritas, memecahkan masalah dengan inoivatif, melakukan komunikasi lisan dan
tulisan, melakukan hubungan antar pribadi, dan memperhatikan waktu kehadiran
dan kretaivitas.
Mengurangi penyimpangan pelayanan birokrasi. Pelayanan pemerintah sering
kali banyak mengalami penyimpangan yang disebabkan sistem birokrasi, atau
keinginan menambah penghasilan dari pegawai. Pemda harus melakukan perbaikan
dengan: menegakan disiplin pegawai dengan memberikan penghargaan dan sanksi,
memberikan pelayanan yang berorientasi pelanggan, menetapkan tanggung jawab
dengan jelas, dan mengembangkan budaya birokrasi yang bersih, serta memberikan
pelayanan cepat dan tepat dengan biaya murah.
3. Implementasi Otonomi Daerah dalam
Penanggulangan Kemiskinan
Masalah merupakan masalah penting bagi pemerintah daerah. Otonomi
memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sumber daya dengan tujuan
peningkatan kesejahteraan penduduk di wilayahnya.
Pengentasan kemiskinan menjadi tugas penting dari UU nomor 25 tahun 1999,
dimana pemda mempunyai wewenang luas, dan didukung dana yang cukup dari APBD.
Pengentasan kemiskinan menggunakan prinsip: penegmbangan SDM dengan
memberdayakan peranan wanita, membrdayakan dan memprmudah akses keluarga miski
utuk berusaha, dengan mendekatkan pada modal dan pemasaran produknya,
menanggulangi bencana, dan membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat
miskin.
Program penanggulangan kemiskinan harus dilakukan berdasarka karakter
penduduk dan wilayah, dengan melakukan koordinasi antar-instansi yang terkait.
Pembangunan dalam rangka penanggulangan kemiskinan harus mengedepankan
peran masyarakat dan sektor swasta, dengan melakukan ivestasi yang dapat
menyerap tenaga kerja dan pasar bagi penduduk miskin.
Membangun paradigma baru tentang peranan pemda, yaitu dari pelaksana
menjadi fasilitor, memberikan interuksi menjadi melayani, mengatur menjadi
memberdayakan masyarakat, bekerja memenuhi aturan menjadi bekerja untuk
mencapai misi pembangunan.
Dalam pemberdayan masyarakat, peranan pemda adalah memberikan legitimasi
kepada LSM dan masyarakat penerima bantuan, menjadi penengah apabila terjadi
konflik, mendorong peningkatan kemampuan keluarga miskin, turut mengendalikan
pembangunan fisik, dan memberikan sosialisasi gerakan terpadu pengentasan kemiskinan.
Pemda dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dapat mengambil
kebijakan keluarga, yaitu mendata dengan benar karakter keluarga miskin,
mengidentifikasi tipe dan pola keluarga miskin, melakukan intervensi kebijakan,
yang meliputi kebijakan penyediaan sumber daya melalui pendidikan dan
pelatihan, menyediakan program yang mendorong kesempatan kerja, dan menyediakan
program untuk membangun lingkungan fisik masyarakat miskin, seperti prasarana
jalan, jembatan, perumahan, listrik dan air bersih, dan pada tahap akhir pemda
melakukan evaluasi efektivitas dari pelaksanaan penanggulangan kemiskinan.
4. Implementasi Otonomi Daerah dalam
Hubungan Fungsional Eksekutif dan Legislatif
Hubungan eksekutif (pemda) dan legislatif (DPRD) dalam era otonomi mencuat
dengan munculnya ketidakharmonisan antara pemda dan DPRD. Ketidakharmonisan
dipicu oleh interprestasi dari UU nomor 22 tahun 1999, yang menyatakan peran
legislatif lebih dominan dibandingkan peran pemda, dan hal ini bertentangan
dengan kondisi sebelumnya, dimana pemda lebih dominan daripada DPRD.
Ketidakharmonisan harus dipecahkan dengan semangat otonomi, yaitu pemberian
wewenang kepada daerah untuk mengatur daerahnya dalam menjawab permasalahan
rakyat, yang meliputi administrasi pemrintahan, pembangunan, dan pelayanan
publik.
Asas dalam otonomi menurut UU No. 22 tahun 1994 adalah: (1) penyerahan
wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, kecuali dalam bidang
hankam, luar negeri, peradilan, agama, mpneter, dan fiskal, (2) pelimpahan
wewenang pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, dan
(3) pembantuan yaitu penugasan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
melaksanakan tugas teretentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana,
serta SDM, dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan pertanggungjawaban
kepada pemerintah pusat.
Kepala daerah mempunyai wewenang memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan DPRD, bertanggung jawab kepada DPRD, dan
menyampaikan laporan atas penyelenggaraan pemerintah daerah kepada presiden
melalui mendagri, minimal satu tahun sekali melalui gubernur.
DPRD dalam era otonomi mempunyai wewenang dan tugas: memilih gubernur/wakil
gubernur, bupati/wakil bupati atau walikota/ wakil walikota, membentuk peraturan
daerah, menetapkan anggaran pendapatan belanja daerah, melaksankan pengawasan.
Memberikan saran pertimbangan terhadap perjanjian internasional menyangkut
kepentingan daerah, serta menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat.
Kepala daerah dan DPRD dalam melakukan tugasnya dapat melakukan komunikasi
yang intensuf, baik untuk tukar menukar informasi, dan pengembangan regulasi
maupun klarifikasi suatu masalah.
Prinsip kerja dalam hubungan antara DPRD dengan kepala daerah adalah:
proses pembuatan kebijakan transparan, pelaksanaan kerja melalui mekanisme
akuntabilitas, bekerja berdasarkan susduk, yang mencakup kebijakan, prosedur
dan tata kerja, menjalankan prinsip kompromi, dan menjunjung tinggi etika.
5. Implikasi Otonomi Daerah dalam
Membangun Kerja Sama Tim
Koordinasi merupakan maslah yang serius dalam pemerintah daerah. Sering
bongkar dan pasang sarana dan prasarana seperti PAM,PLN, dan Telkom menunjukan
lemahnya koordinasi selama ini.
Dalam rangka otonomi, di mana pemda mempunyai wewenang mengatur enam bidang
selain yang diatur pusat, maka pemda dapat mengatur sektir riil seperti
transportasi, sarana/prasarana, pertanian, dan usaha kecil, serta wewenang lain
yang ditentukan undang-undang.
Lemahnya koordinasi selam otonomi daerah telah menimbulkan dampak negatif,
di antaranya: inefisiensi organisasi dan pemborosan uang, tenaga dan alat,
lemahnya kepemimpinan koordinasi yang menyebabkan keputusan tertunda-tunda,
tidak tepat dan terjadi kesalahan, serta tidak terjadi integrasi dan
sinkronisasi pembangunan.
Penyebab kurangnya koordinasi dalam era otonomi daerah di pemda antara lain
karena sesama instansi belum mempunyai visi yang sama, tidak adanya rencana
pembangunan jangka panjang yang menyebabkan arah kebijakan tidak strategis,
rendahnya kemauan kerja sama, gaya kepemimpinan yang masih komando, rendahnya
keterampilan, integritas dan kepercayaan diri.
Dalam rangka meningkatkan koordinasi, maka pemerintah daerah harus
menciptakan kerja sama tim. Kerja tim dilaksanakan dengan (1) pelatihan kepada
PNS pemda untuk menumbuhkan komitmen, integritas, kejujuran, rasa hormat dan
percaya diri, peduli terhadap pemerintah daerah, mempunyai kemauan dan tanggung
jawab, matang secara emosi, dan mempunyai kompetensi, (2) mengembangkan visi
dan misi pemerintahan daerah yang menjadi acuan kerja, (3) membuat sistem kerja
yang baik, yaitu adanya kejelasan tugas pokok, fungsi dan akuntabilitas
pekerjaan, dan (4) membangun suasana dialogis antar pimpinan dan staf pemda.
Terkait dengan implementasi otonomi
daerah, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan
otonomi daerah, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas SDM. Yang
dapat dilakukan melalui:
2. Pelaksanaan seleksi PNS yang jelas,
ketat, yang baik, serta berdasarkan pekerjaan dan spesifikasi lowongan
pekerjaan.
3. Peningkatan kompetensi,
keterampilan, dan sikap melalui pelatihan dan pendidikan, sesuai dengan
kebutuhan pemerintah daerah, serta mengevaluasi keefektifan program pendidikan
dan pelatihan.
4. Penempatan PNS berdasarkan
kompetensi, minat, dan bakat, serta kebutuhan pemerintah daerah.
5. Pengembangan SDM yang kreatif,
inovatif, fleksibel, profesional, dan sinergis di pemda.
6. Menindaklanjuti ketentuan
undang-undang tentang otonomi dengan peraturan daerah yang terkait dengan
kelembagaan, kewenangan, tanggung jawab, pembiayaan, SDM, dan sarana penunjang
terhadap penugasan wewenang yang dilimpahkan pemerintah pusat.
7. Meningkatkan peran aktif masyarakat
dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam.
8. Mengembangkan sistem manajemen
pemerintahan yang efektif, objektif, rasional, dan modern.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar