TUGAS 6: MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN
1. Pengertian Masyarakat
Berikut di bawah ini adalah beberapa
pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia.
- Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah
orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
- Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu
struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat
adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
- Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan
suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
- Menurut Paul B. Horton & C. Hunt
masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama
dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai
kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok /
kumpulan manusia tersebut.
2. Syarat-syarat Menjadi
Masyarakat
Menurut Marion Levy diperlukan empat
kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpolan manusia bisa dikatakan / disebut
sebagai masyarakat.
Ada sistem tindakan utama.
Saling setia pada sistem tindakan utama.
Mampu bertahan lebih dari masa hidup
seorang anggota.
Sebagian atan seluruh anggota baru didapat
dari kelahiran / reproduksi manusia.
3. Pengertian Masyarakat
Perkotaan
Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Masyarakat
kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya
yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberap ciri yang menonjol pada
masyarakat kota yaitu :
- Kehidupan keagamaan berkurang bila
dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
- Orang kota pada umumnya dapat mengurus
dirinya sendiri tanpa harus bergantung padaorang lain. Yang penting disini
adalah manusia perorangan atau individu.
- Pembagian kerja di antara warga-warga kota
juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
- Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan
pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa.
- Interaksi yang terjadi lebih banyak terjadi
berdasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi.
- Pembagian waktu yang lebih teliti dan
sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu.
- Perubahan-perubahan sosial tampak dengan
nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari
luar.
4. Tipe Masyarakat
Dipandang dari cara terbentuknya,
masyarakat dapat dibagi dalam :
Masyarakat paksaan, misalnya Negara,
masyarakat tawanan, dan lain-lain
Masyarakat merdeka, yang terbagi dalam :
- Masyarakat nature, yaitu masyarakat yang
terjadi dengan sendirinya, seperti gerombolan, suku, yang bertalian dengan
hubungan darah atau keturunan
- Masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang
terjadi karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, misalnya koperasi,
kongsi perekonomian, gereja dan sebagainya.
5. Perbedaan dan ciri-ciri
antara desa dan kota
Dalam
masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut
Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan
pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya
suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat
pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat
membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya
karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan
fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda,
bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua
sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai
berikut:
Masyarakat Pedesaan
- Perilaku homogen
- Perilaku yang dilandasi oleh konsep
kekeluargaan dan kebersamaan
- Perilaku yang berorientasi pada tradisi
dan status .
- Isolasi sosial, sehingga statik
- Kesatuan dan keutuhan kultural
- Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
- Kolektivisme
Masyarakat Kota
- Perilaku heterogen
- Perilaku yang dilandasi oleh konsep
pengandalan diri dan kelembagaan 3).Perilaku yang berorientasi pada
rasionalitas dan fungsi
- Mobilitassosial,sehingga dinamik
- Kebauran dan diversifikasi kultural
- Birokrasi fungsional dan
nilai-nilaisekular
- Individualisme
Warga
suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan
lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan
lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan
(Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi
sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem
kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk
masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya
tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti
pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian,
hanya merupakan pekerjaan sambilan saja .
Golongan
orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting.
Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan
yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan
kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan,
lurah dan sebagainya.
6. Hubungan Desa-Kota, Hubungan Pedesaan-Perkotaan
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas
yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar
diantara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena
diantara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi
kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging
dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis
pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek proyek
perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan
tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada saat
musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian
mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat
untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
“Interface”, dapat
diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasan
perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat
transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan
dan lain sebagainya, yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan
kekotaan.
Hubungan
kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang,
karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin
berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan.
Secara teoristik, kota merubah atau paling
mempengaruhi desa melalui beberapa caar, seperti:
Koperasi kota-desa, pada umumnya berupa
pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan
desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak danorang kota. Proses
sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan
dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang
memang akan mengkota.
Salah satu bentuk hubungan antara kota dan
desa adalah :
a). Urbanisasi
dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan
Kota yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah
masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari
desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses
terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123 ).
b) Sebab-sebab Urbanisasi
- Adanya pertambahan penduduk secara alamiah
- Terjadinya arus perpindahan dari desa ke
kota
- Tertariknya pemukiman pedesaan kedalam
lingkup kota sebagai akibat perkembangan kota yang sangat pesat di berbagai
bidang, terutama yang berkaitan dengan tersedianya kesempatan kerja.
- Sebab-sebab diatas bila diuraikan terdiri
dari faktor pendorong/ push faktor dan faktor penarik/ pull faktor.
Faktor-faktor pendorong adalah :
- Timbulnya kemiskinan di pedesaan karena
pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan lahan pertanian
- Kaum muda di desa merasa tertekan dengan
cara hidup yang monoton dan untuk mengembangkan pertumbuhan jiwanya mereka
pergi ke kota
- Penduduk desa meninggalkan desanya untuk
menambah pengetahuan
- Rekreasi yang merupakan faktor penting di
bidang spiritual sangat kurang
- Penduduk yang mempunyai keahlian selain
bertani misalnya kerajinan tangan, mengigikan pasaran yang lebih luas dan hanya
dapat diperoleh di kota
- Kegagalan panen menyebabkan penduduk desa
mencari sumber penghidupan lain di kota
- Pertentangan dalam lingkup nasional baik
antar kelompok, golongan, agama, etnis, politik, memaksa warganya unutk
menyelamatkan diri ke tempat lain
Faktor-faktor penarik adalah
- Penduduk desa beranggapan bahwa di kota
banyak tersedia lapangan pekerjaan
- Usaha untuk mencari pekerjaan yang sesuai
dengan pendidikan
- Kota menghindarkan diri dari kontrol sosial
yang terlalu ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah
- Di kota lebih banyak kesempatan untuk
mengembangkan usaha kerajinan rumah tangga menjadi industri kerajinan
- Kelebihan modal di kota lebih banyak
daripada di desa
- Pendidikan lebih banyak di kota
- Kota merupakan tempat yang lebih
menguntungkan untuk mengembangkan jiwa dengan sebaik-baiknya dan
seluas-luasnya.
- Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan
yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam orang dari
segala lapisan masyarakat
7. Aspek Positif dan Negatif
- Bertambahnya penduduk sehingga tidak
seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
- Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh
produk industri modern.
- Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa
tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara
hidup yang monoton.
- Didesa tidak banyak kesempatan untuk
menambah ilmu pengetahuan.
- Kegagalan panen yang disebabkan oleh
berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga
memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
Hal – hal yang termasuk
pull factor antara lain :
- Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa
dikota banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
- Dikota lebih banyak kesempatan untuk
mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.
- Pendidikan terutama pendidikan lanjutan,
lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
- Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan
yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur
manusianya.
- Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan
diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi
sosial yang rendah (Soekanti, 1969 : 124-125).
8. 5 Unsur Lingkungan Perkotaan
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu
lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
- Wisma : unsure ini merupakan bagian ruang
kota yang dipergunakan untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya,
serta untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan sosial dalam keluarga. Unsure wisma
ini menghadapkan dapat mengembangkan daerah perumahan penduduk yang sesuai
dengan pertambahan kebutuhan penduduk untu masa mendatang memperbaiki keadaan
lingkungan perumahan yang telah ada agar dapat mencapai standar mutu kehidpan
yang layak, dan memberikan nilai-nilai lingkungan yang aman dan menyenangkan.
- Karya : unsure ini merupakan syarat yang
utama bagi eksistensi suatu kota, karena unsure ini merupakan jaminan bagi kehidupan
bermasyarakat.
- Marga : unsure ini merupakan ruang
perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat
dengan tempat lainnya didalam kota, serta hubungan antara kota itu dengan kota
lain atau daerah lainnya.
- Suka : unsure ini merupakan bagian dari
ruang perkotaan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas hiburan,
rekreasi, pertamanan, kebudayaan dan kesenian
- Penyempurna : unsure ini merupakan bagian
yang penting bagi suatu kota, tetapi belum secara tepat tercakup ke dalam
keempat unsur termasuk fasilitas pendidikan dan kesehatan, fasiltias keagamaan,
perkuburan kota dan jaringan utilitas kota.
9. Fungsi Eksternal
Di pihak
lain kota mempunya juga peranan/fungsi eksternal, yakni seberapa jauh fungsi
dan peranan kota tersebut dalam kerangka wilayah atau daerah-daerah yang
dilingkupi dan melingkupinya, baik dalam skala regional maupun nasional. Dengan
pengertian ini diharapkan bahwa suatu pembangunan kota tidak mengarah pada
suatu organ tersendiri yang terpisah dengan daerah sekitarnya, karena keduanya
saling pengaruh mempengaruhi.
10. Ciri-ciri Masyarakat desa
Dalam
buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot
Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional
(Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri masarakat desa sebagai berikut :
- Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan
kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan
perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang
diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
- Orientasi kolektif sifat ini merupakan
konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak
suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat,
intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
- Partikularisme pada dasarnya adalah semua
hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau
daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang
hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
- Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau
sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja,
tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau
keturunan.(lawanya prestasi).
- Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak
jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan
eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk
menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat
terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
11. Hakikat Dan Sifat
Masyarakat Pedesaan
Seperti
dikemukakan oleh para ahli atau sumber bahwa masyarakat In¬donesia lebih dari
80% tinggal di pedesaan dengan mata pencarian yang bersifat agraris. Masyarakat
pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh
orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai, harmonis yaitu masyarakat
yang adem ayem, sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk
melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan
pikir.
Maka tidak
jarang orang kota melepaskan segala kelelahan dan kekusutan pikir tersebut
pergilah mereka ke luar kota, karena merupakan tempat yang adem ayem, penuh
ketenangan. Tetapi sebetulnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa
oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonies diistilahkan dengan
masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Jadi Paguyuban masyarakat itulah yang
menyebabkan orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang harmonis,
rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem.
Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat
pedesaan kita ini mengenal bermacam-macam gejala, khususnya hal ini merupakan
sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan
ketegangan-ketegangan sosial.
12. Gejala Masyarakat Pedesaan
a) Konflik ( Pertengkaran)
Ramalan orang kota bahwa masyarakat
pedesaan adalah masyarakat yang tenang dan harmonis itu memang tidak sesuai
dengan kenyataan sebab yang benar dalam masyarakat pedesaan adalah penuh
masalah dan banyak ketegangan. Karena setiap hari mereka yang selalu berdekatan
dengan orang-orang tetangganya secara terus-menerus dan hal ini menyebabkan
kesempatan untuk bertengkar amat banyak sehingga kemungkinan terjadi
peristiwa-peristiwa peledakan dari ketegangan amat banyak dan sering terjadi.
Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi
biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke
luar rumah tangga. Sedang sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar
pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan sebagainya.
b) Kontraversi (pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh
perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam
hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya
meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari sudut kebiasaan
masyarakat.
c) Kompetisi (Persiapan)
Sesuai dengan kodratnya masyarakat pedesaan
adalah manusia-manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang
antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena
itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif. Positif bila
persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan prestasi dan
produksi atau output (hasil). Sebaliknya yang negatif bila persaingan ini hanya
berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha sehingga kadang-kadang hanya
melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya sebaliknya
menambah ketegangan dalam masyarakat.
d) Kegiatan pada Masyarakat
Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian
yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain.
Jadi jelas masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa
aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya.
Jadi apabila orang berpendapat bahwa orang desa didorong untuk bekerja lebih
keras, maka hal ini tidaklah mendapat sambutan yang sangat dari para
ahli. Karena pada umumnya masyarakat sudah bekerja keras.
Tetapi para ahli lebih untuk memberikan
perangsang-perangsang yang dapat menarik aktivitas masyarakat pedesaan dan hal
ini dipandang sangat perlu. Dan dijaga agar cara dan irama bekerja bisa efektif
dan efisien serta kontinyu (diusahakan untuk menghindari masa-masa kosong bekerja
karena berhubungan dengan keadaan musim/iklim di Indonesia).
13. Sistem Budaya Petani di
Indonesia
Sistem nilai budaya petani Indonesia antara
lain sebagai berikut:
Para petani di Indonesia terutama di pulau
jawa pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu hal yang
buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus
menghindari hidup yang nyata dan menghindarkan diri dengan bersembunnyi di
dalam kebatinan atau dengan bertapa, bahkan sebaliknya wajib menyadari keburukan
hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik-baiknya dengan
penuh usaha atau ikhtiar.
Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu
untuk hidup, dan kadang-kadnag untuk mencapai kedudukannya.
Mereka berorientasi pada masa ini
(sekarang), kurang memperdulikan masa depan, mereka kurang mampu untuk itu.
Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau mengenang kekayaan masa lampau
menanti datangnya kembali sang ratu adil yang membawa kekayaan bagi mereka).
Mereka menganggap alam tidak menakutkan
bila ada bencana alam atau bencana lain itu hanya merupakan sesuatu yang harus
wajib diterima kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang
kembali. Mereka cukup saja menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya
usaha untuk menguasainya.
Dan unutk menghadapi alam mereka cukup
dengan hidup bergotong-royong, mereka sadar bahwa dalam hidup itu tergantung
kepada sesamanya.
13. Unsur-unsur Desa dan Fungsi
Desa
Unsur Unsur Desa
Daerah, dalam arti tanah-tanah yang
produktif dan yang tidak, beserta penggunaanya.
Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah
pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
Tata kehidupan, dalam hal ini pola
pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa.
Ketiga unsur tersebut merupakan satu
kesatuan dan tidak berdiri sendiri.
Fungsi Desa
Pertama, dalam hubungan dengan kota, maka
desa yang merupakan “hinterland” atau daerah dukung yang berfungsi sebagai
suatu daerah pemberian bahan makanan pokok.
Kedua, desa ditinjau dari sudut potensi
ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja
(man power) yang tidak kecil artinya.
Ketiga, dari segi kegiatan kerja
(occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industry,
desa nelayan dan sebagainya.
Dari uraian tersebut maka secara singkat
ciri-ciri masyarakat pedesaan di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:
Homogenitas sosial
Bahwa masyarakat desa terdiri dari satu
atau beberapa kekerabatan saja, sehingga pola hidup tingkah laku maupun
kebudayaan sama/homogen. Hubungan primer pada masyarakat desa hubungan
kekeluargaan dilakukan secara musyawarah. Kontrol sosial yang ketat. Setiap
anggota masyarakat saling mengetahui masalah yang dihadapi anggota lain bahkan
ikut menyelesaikannya.
Gotong Royong
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat
pedesaan tumbuh dengan subur dan membudaya.
Ikatan sosial
Setiap anggota masyarakat pedesaan diikat
dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secara ketat.
Magis religius
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi
masyarakat desa sangat mendalam.
Pola kehidupan
Masyarakat desa bermata pencaharian di
bidang agraris, baik pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.
Sumber:
http://punyayuniar.blogspot.co.id/search?updated-max=2015-11-30T01:25:00-08:00&max-results=7